Beberapa waktu yang lalu team Delapan sempat menghabiskan waktu liburan di Bali, yang juga dikenal oleh dunia sebagai The Paradise Island, Kata orang Lokal menyebutnya sebagai Pulau Dewata. Tak heran jika tempat ini disebut demikian, pemandangan alam yang indah dipadu dengan seni-budaya yang jarang ditemui di tempat wisata lainnya. Suasana akrab dan ramah dari penduduknya serta kekentalan adat-istiadat Bali yang cukup unik dibanding dengan daerah lainnya membuat para wisatawan asing jatuh cinta pada tempat ini.
Ketika berjalan-jalan dan menikmati sunset di Pantai Kuta maupun menikmati ombak tinggi di Pantai Sanur, membuatku teringat pada kota kelahiranku, Jayapura-Papua. Aku merasa pulau tempat ku dilahirkan sungguh cantik dan mempesona tak kalah indah dan menariknya dengan pulau dewata yang disanjung banyak orang. Hal ini membuatku bertanya, kapankah tanah kelahiranku juga di”puja” oleh dunia???, Padahal kecantikan dan keindahannya tidak kalah dibanding dengan pulau dewata.
Jayapura, ibukota Papua, terletak di paling timur Pulau ini dan berbatasan langsung dengan Papua New Guinea, bahkan laut terluarnya berbatasan langsung dengan Samudra Pasifik. Kota yang cantik, berupa teluk ini telah menaklukkan hati colonial Belanda, hingga akhirnya dikenal dengan nama Port Numbay Jayapura Papua. Kini perkembangan di kawasan Jayapura sudah bergerak ke arah yang lebih maju, mengikuti trend perkembangan dunia yang terus maju. Sayangnya, hal ini tidak memberi pengaruh apa-apa pada perkembangan wisata dan budaya di Jayapura.
Sepintas aku merasa keindahan Pantai Kuta atau Sanur tidak seindah Pantai Amay dan Pantai Tablanusu. Begitu juga dengan pesona Tanah Lot ku rasa masih bisa dikalahkan oleh Teluk Youtefa atau keindahan panorama lautan lepas menuju Samudra Pasifik dari ketinggian Angkasa Jayapura (nama tempat di Jayapura). Keanggunan Gunung Agung juga bisa bersaing dengan keanggunan gunung Siklop. Bukit dan hutan Papua yang masih hijau menghiasi Danau Sentani sekaligus sanggup mempesona para pengunjung dari udara sebelum mendarat di Bandara Udara Sentani. Kampung Ayapo di tepi danau Sentani, Kampung Tablanusu di pinggiran pantai, Kayu Pulau di tengah laut, atau Kampung Enggros dan Tobati di ujung Teluk Youtefa merupakan tempat tinggal masyarakat yang masih kental dengan budaya dan adat-istiadat.